Solidaritas Masyarakat Indonesia Timur (SMIT)


PROPAGANDIS NEWS – Dampak akibat kerusuhan 1998 yang melanda indonesia saat detik-detik negara bertransformasi dari model pemerintahan otoritarianisme ke model pemerintahan demokrasi masih menyimpan duka dan luka yang cukup mendalam dalam setiap pikiran dan kalbu rakyat indonesia. Rakyat dihadapkan dengan rakyat, konflik horizontal dan vertikal yang menyebar ke seluruh penjuru negara tak terelakan, maluku, maluku utara dan sulawesi tenggara pun tak luput dari hal tersebut.
 
Situasi saat itu begitu mencekam. Jika ditinjau dari segi ekonomi dan politik, ketidakpastian rakyat untuk mengakses segala bentuk kebutuhannya sandang, pangan dan papannya terhambat, huru-hara terjadi dimana-mana. Ditambah lagi dengan ketidakpastian situasi politik nasional yang saat itu sedang mengalami perpecahan dikarenakan adanya perebutan kekuasaan di istana dan MPR RI .
 
Saat konflik itu terjadi rakyat lah yang mengalami kerugian, Material dan Non Materil tak tanggung-tanggung, Tidak hanya merenggut kehidupan Rakyat, Selain kehilangan nyawa dan kehidupannya Rakyat di 3 daerah ini juga mengalami Kerugian diakibatkan dari konflik tersebut meliputi harta rakyat yang bila di akumulasikan tak terjumlah nilainya bahkan mayoritas dari korban konflik juga kehilangan Rumah dan harta benda lainnya yang menjadi bagian dari kerugian yang harus ditanggung oleh rakyat

Pasca kerusuhan Sosial tersebut, Pemerintah Pusat Mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemulihan
Pembangunan tertuju pada daerah-daerah mengalami konflik. Inpres tersebut menjadi dasar acuan untuk dikeluarkannya anggaran korban Eks Pengungsi di berbagai Provinsi di Indonesia.
 
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah banyak berbuat pada rakyat sebagai tanggung jawabnya, diantaranya dengan memberikan anggaran serta bantuan kepada hampir Seluruh Eks Pengungsi sebagai upaya perbaikan kehidupan sosial, ekonomi dan politik rakyat pasca konflik.
 
Bagi rakyat Eks Pengungsi, bantuan yang diberikan Pemerintah Pusat belum mencukupi, tepat sasaran serta masih terjadi ketidakmerataan pembangunan yang adil. Rakyat eks pengungsi pernah beberapa kali meminta Pemerintah Pusat / Pemerintah Daerah untuk memberikan sisa anggaran bahan bangunan rumah (BBR) dan uang tunai yang telah teranggarkan sejak Inpres No 06 Tahun 2003 dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri.
 
Namun, permintaan tersebut tidak pernah ditanggapi oleh pemerintah pusat / pemerintah daerah sebagai perwujudan konkrit antara rakyat sebagai penerima hak dan pemerintah sebagai penyalur kewajiban.

Upaya-upaya penyelesaian konflik oleh pemerintah dari tingkat daerah yang daerahnya mengalami langsung sampai ke pemerintah pusat masif dilakukan, saling bantu bergotong-royong dan bahu-membahu dilakukan sebagai langkah taktis dan strategis meredam gejolak yang sempat terjadi dimasa lampau.
 
Namun, permintaan tersebut tidak pernah ditanggapi oleh pemerintah pusat / pemerintah daerah sebagai perwujudan konkrit antara rakyat sebagai penerima hak dan pemerintah sebagai penyalur kewajiban.
 
Sikap pemerintah pusat Khususnya Kementrian Sosial yang arogan dan lepas dari tanggung Jawabnya inilah yang membuat rakyat eks pengungsi menyeret permasalahan ini ke rana hukum. Melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hingga Putusan Mahkamah Agung Peninjauan Kembali Nomor 451/PK/Pdu/2019 jo Putusan Kasasi Nomor 1950 K/PDT 2016 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 116/PDT/2015/PT DKI. jo. Putusan Pengadilan Negeri Nomor 318/PDT.G.Class Action/2011/PN JKT PST.
 
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat tersebut, rakyat eks pengungsi harus menerima uang sebesar Rp. 18.500.000,00 per kepada keluarga.
 
Contoh:
 
1. Jika rakyat Eks Pengungsi baru menerima bantuan sebesar Rp 10.000.000,00 - maka rakyat eks pengungsi masih memiliki hak untuk mendapatkan sisa bantuan Rp 8.500.000,00 - dari Pemerintah Pusat.
2. Jika rakyat eks pengungsi baru menerima bantuan sebesar Rp 8.500.000,00 maka rakyat eks pengungsi masih memiliki hak untuk mendapatkan sisa bantuan Rp 10.000.000,00 dari Pemerintah Pusat.
 
Pada poin lain, Kementerian Sosial RI sebagai tergugat yang saat ini dipimpin oleh Tri Rismaharini diperintahkan oleh pengadilan untuk mengeksekusi putusan tersebut. Mengingat saat tahun 2021, Tri Rismaharini selaku Menteri Sosial RI pernah mengeluarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No 124/HUK/2021 untuk membentuk tim mengenai persoalan ini namun sampai aksi demonstrasi ini dibuat, tidak ada tanda-tanda progres yang memuaskan.

Untuk itu Kami Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Indonesia Timur Menuntut : 

1. Kementrian Sosial RI tidak boleh lari dari tanggung jawabnya sebagai  lembaga negara yang seharusnya memberikan perhatian lebih kepada korban konflik.
2. Kementrian Sosial RI Untuk Segera Laksanakan Putusan Pengadilan Secepat-Cepatnya !!!

Korlap : Mesak Habari

Titik aksi : Kemensos RI jln Salemba Raya
Pukul : 14:00-17:30.

Komentar